Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta
Penyulundupan dan Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri menggelar workshop
bertajuk “Safe Space for All: Rise and Speak - Berani Bicara, Selamatkan Sesama”
di Indramayu, Jawa Barat, Kamis (6/2). Acara ini sekaligus menjadi momentum
perkenalan direktorat baru yang dibentuk untuk menangani kasus kekerasan
terhadap perempuan, anak, serta kelompok rentan lainnya serta pemberantasan
perdagangan orang.
Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nurul
Azizah, S.I.K., M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa pembentukan
direktorat ini merupakan wujud nyata komitmen Polri dalam memberikan
pelindungan dan penegakan hukum secara presisi dan efektif.
“Indramayu dipilih sebagai lokasi pertama karena daerah ini memiliki
potensi besar dalam menciptakan model pelindungan yang efektif bagi perempuan
dan anak. Selain itu, dukungan kuat dari berbagai elemen masyarakat
menjadikannya lokasi strategis untuk mengimplementasikan program ini,” ujarnya.
Brigjen Pol. Nurul Azizah juga menyampaikan bahwa program ini tidak
hanya berfokus pada penanganan kasus, tetapi juga pada pencegahan melalui
peningkatan kesadaran masyarakat dan penguatan kapasitas aparat penegak hukum.
“Kampanye #RiseAndSpeak bertujuan untuk mengajak setiap individu agar
bangkit dan berani menyuarakan kebenaran demi menciptakan perubahan yang lebih
baik. Ini bukan sekadar slogan, tetapi panggilan hati untuk bertindak, peduli,
dan melindungi sesama,” tegasnya.
Polri, kata Brigjen Pol. Nurul Azizah, akan menindak siapapun yang
terlibat dalam praktik perdagangan orang, termasuk orang tua, calo, hingga
oknum aparat yang membantu memfasilitasi kejahatan tersebut.
“Bapak Kapolri telah menginstruksikan bahwa tidak ada toleransi bagi
pelaku perdagangan orang. Jika ada oknum pejabat atau aparat yang terlibat,
mereka akan dikenai sanksi hukum berat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” tandasnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk berani melaporkan kasus perdagangan
orang, termasuk keterlibatan oknum pejabat atau aparat pemerintah.
“Tidak perlu takut, hukum dan negara akan melindungi pelapor. Mari kita
bersama-sama memutus rantai perdagangan orang dan memastikan anak-anak kita
tidak lagi menjadi korban eksploitasi,” ajaknya.
Brigjen Pol. Nurul Azizah menegaskan bahwa media sosial menjadi salah
satu sarana utama dalam perekrutan ilegal tenaga kerja, terutama bagi perempuan
dan anak-anak yang minim informasi. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya
peran orang tua dan sekolah dalam memberikan edukasi terkait bahaya perdagangan
orang dan eksploitasi anak.
“Pendidikan adalah kunci utama dalam mencegah kekerasan dan
ketidakadilan. Kami berharap sekolah-sekolah, universitas, dan lembaga
pendidikan lainnya dapat menjadi mitra utama dalam menyebarkan kesadaran ini
kepada generasi muda,” katanya.
Sebagai penutup, ia kembali mengingatkan bahwa keberhasilan program ini
tidak hanya bergantung pada aparat penegak hukum, tetapi juga pada komitmen
bersama seluruh elemen masyarakat.
“Mewujudkan dunia yang lebih aman dan lebih adil membutuhkan kerja sama
kita semua. Rise and Speak bukan hanya seruan, tetapi panggilan untuk
bertindak. Jika kita bersatu, tidak ada yang tidak bisa kita lakukan,”
pungkasnya.
Seiring dengan hadirnya Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO, Brigjen
Nurul Azizah berkomitmen untuk tidak hanya menangani perkara-perkara pidana
berkaitan dengan perempuan dan anak, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap
orang yang menjadi korban tindak kekerasan akan terlindungi dan mendapat tempat
yang aman untuk mencari keadilan.
Dengan adanya sosialisasi
ini, diharapkan Indramayu dapat menjadi pilot project dalam upaya pelindungan
perempuan dan anak, serta menjadi contoh bagi wilayah lain dalam upaya mencegah
dan menangani kasus perdagangan orang di Indonesia.